Ahad, Januari 09, 2011

Pengkisahan Kurikulum dalam KSSR

Fikrah:

1) Realitinya, dalam perkembangan pendidikan yang memberi respon kepada keperluan masyarakat, kurikulum yang baru ini (KSSR) nanti, akan memberi penekanan kepada aspek bahasa dan komunikasi. Aspek pembinaan kognitif adalah lebih jelas dalam matematik dan sains tidak pula diberi penekanan. Ini ditunjukkan dengan pengurangan waktu pembelajaran kedua-dua subjek ini dalam seminggu, berbanding dalam pelaksanaan KBSR. Pelaksanaan ini telahpun diwartakan untuk tahap 1, bermula 2011.

2) Alasan yang diberikan adalah untuk membaiki aspek komunikasi murid (kecerdasan sosial) yang selama ini diabaikan  diberi penekanan yang terlalu sedikit. Ketidakbolehan murid dalam menguasai 2M, (membaca dan menulis) adalah suatu yang tidak boleh diterima terutama setelah melalui 11 tahun sistem persekolahan. Bagaimanapun, adakah dengan meringankan dan mengorbankan atau memangsakan dua subjek pembinaan kognitif utama ini? 

3) Mata pelajaran lain juga berperanan dalam membina kognitif (daya pemikiran minda) murid, namun tidak sesaintifik, dan tidak sesistematik bidang pembelajaran matematik dan sains; keteraturan pemikiran yang hanya diperolehi dalam disiplin dua ilmu ini! Kemahiran Mengira, M yang ketiga dalam kurikulum KBSR secara praktikalnya tidak ditambah  baik; suatu keputusan yang ironi apabila dalam KSSR, ditulis secara tersurat untuk menguatkan unsur 4M, iaitu membaca, menulis, mengira dan tambahan M yang keempat, iaitu Menaakul.

4) Menaakul adalah kemahiran pemikiran aras tinggi dalam memahami sebab-akibat. Dalam Taxonomy Bloom sekalipun, ia berada dalam aras kesusahan sederhana. Kemahiran menaakul juga dikategorikan dalam kebolehan menganalisis. Murid seharusnya mampu memahami proses mendapat suatu ilmu itu, daripada menerima suatu ilmu itu seadanya. Kemahiran ini juga penting dalam kehidupan seharian untuk membaca situasi yang berlaku di sekeliling kita agar tidak mudah tertipu, dan bersedia untuk melakukan perubahan-perubahan yang diperlukan dalam masyarakat.


(rajah di atas menunjukan perkembangan kognitif daripada taxonomy bloom yang dikaji semula versi baru, 2005.) 
(Sumber : http://www.odu.edu/educ/llschult/blooms_taxonomy.htm)

5) Asas dalam pembelajaran (learning) adalah untuk mengisi aspek What (pengetahuan), How (kemahiran), and Why (penaakulan). Pembinaan ilmu semestinya perlu mengisi kekuatan kognitif (minda), dan juga kekuatan jiwa (qalb). Dan itulah yang harus kita kerjakan dari sekarang bersama-sama. 

Jumaat, Januari 07, 2011

Why we shout in anger?

A professor was teaching about anger; he asked his students, "Why do we shout in anger? Why do people shout at each other when they are upset? The students thought for a while. One of them said, we shout because we lose our calm. "But why shout when the other person is just next to you?" asked the professor. "Isn't it possible to speak to him or her with a soft voice? Why do you shout at a person when you are angry?" The students gave some other answers but none satisfied the professor. Finally he explained, "When two people are angry at each other, their hearts psychologically distance themselves. To cover the distance, they must shout to be able to hear each other.

The angrier they are, the stronger they will shout to hear each other through that great distance. Then the professor asked, "What happens when two people fall in love? They don't shout at each other but talk softly, why? It is because their hearts are psychologically knitted. The distance between them is very short. The professor continued, "And when they love each other even more, what happens? They do not speak, only whisper and they even get even closer to each other in their love.

Finally they even need not whisper, they only look at each other and that's all....

So next time you shout at a loved one or a colleague, know that you are creating distance between your heart and that person's heart. The true test of growth in your life is not always found in what you say, but in what you choose NOT to say. Even though you might have every "right" to respond harshly to someone who has wronged or offended you (personally or professionally), remember the big picture and this whole story.

How many times have you been spared in spite of your mistakes and imperfections? Grace enabled us to see each day. Reflect on that and don't take things for granted in your life. In appreciation for all that you have been given, choose to give up your right to hold an offense or debt against others. Your capacity to thrive and the grandeur of your life's legacy will be a direct reflection of your ability to forgive and forget.

"Smart people know how to hold their tongue; their grandeur is to forgive and forget".

Isnin, Januari 03, 2011

Permainan guru untuk pemikiran

Seorang guru perempuan sedang bersemangat mengajarkan sesuatu kepada murid-muridnya. Ia duduk menghadap murid-muridnya. Di tangan kirinya ada kapur, di tangan kanannya ada pensil.

Guru perempuan itu berkata, “Saya ada satu permainan… Caranya begini, ditangan kiri saya ada kapur, di tangan kanan ada pensil. Jika saya angkat kapur ini, maka berkatalah “Kapur!”, jika saya angkat pensil ini, maka berkatalah “Pensil!”
Murid muridnya pun faham dan mengikuti. Guru berganti-gantian mengangkat antara kanan dan kiri tangannya, semakin lama semakin cepat. 
Beberapa saat kemudian guru kembali berkata, “Baik sekarang perhatikan. Jika saya angkat kapur, maka sebutlah “Pensil!”, jika saya angkat pensil, maka katakanlah “Kapur!”. 
Dan diulangkan seperti tadi, pastilah murid-murid tadi keliru dan kekok, dan sangat sukar untuk mengubahnya. Namun lambat laun, mereka sudah biasa dan tidak lagi kekok. Selang beberapa saat, permainan berhenti.
Guru perempuan tersenyum kepada murid-muridnya. “Murid-murid, begitulah kita umat Islam. Mulanya yang haq itu haq, yang bathil itu bathil. Kita begitu jelas membezakannya. 
Namun kemudian, musuh musuh kita memaksakan kepada kita dengan perbagai cara, untuk menukarkan sesuatu, dari yang haq menjadi bathil, dan sebaliknya. 
Mula-mula mungkin akan sukar bagi kita menerima hal tersebut, tapi karena terus dibudayakan dengan cara-cara menarik oleh mereka, akhirnya lambat laun kamu akan terbiasa dengan hal itu. Dan anda mulai dapat mengikutinya. Musuh-musuh kamu tidak pernah berhenti membalik dan menukar nilai dan waktu.
“Keluar berduaan, berkasih-kasihan tidak lagi sesuatu yang susah, Zina tidak lagi jadi persoalan, pakaian seksi menjadi hal yang lumrah, tanpa rasa malu, sex sebelum nikah menjadi suatu kebiasaan dan trend, sentiasa dengan hiburan yang melalaikan sehingga melupakan yang wajib adalah biasa, materialistik kini menjadi suatu gaya hidup dan lain lain.”
“Semuanya sudah terbalik. Dan tanpa disadari, anda sedikit demi sedikit menerimanya tanpa rasa ia satu kesalahan dan kemaksiatan. Paham?” tanya Guru kepada murid-muridnya. “Paham guru…”
“Baik permainan kedua…” begitu Guru melanjutkan.
“Ini ada al-Qur’an,saya akan meletakkannya di tengah karpet. Sekarang anda berdiri diluar karpet. Permainannya adalah, bagaimana caranya mengambil Qur’an yang ada ditengah tanpa memijak karpet?”
Murid-muridnya berpikir.Ada yang mencuba alternatif dengan tongkat, dan lain-lain.
Akhirnya Guru memberikan jalan keluar, digulungnya karpet, dan ia ambil Qur’an. Ia memenuhi syarat, tidak memijak karpet.
 “Murid-murid, begitulah umat Islam dan musuh-musuhnya…Musuh-musuh Islam tidak akan menyerang anda dengan terang-terang…Kerana tentu anda akan menolaknya mentah mentah. Orang biasapun tak akan rela kalau Islam dihina dihadapan mereka. Tapi mereka akan menggulung anda perlahan-lahan dari tepi, sehingga anda tidak sedar.
“Jika seseorang ingin membuat rumah yang kuat, maka dibuatlah tiang yang kuat. Begitulah Islam, jika ingin kuat, maka bangunlah aqidah yang kuat. Sebaliknya, jika ingin membongkar rumah, tentu susah kalau dimulai dengan tiangnya dulu, tentu saja hiasan-hiasan dinding akan dikeluarkan dulu, kursi dipindahkan dulu, almari dikeluarkan dulu satu persatu, baru rumah dirobohkankan…”
“Begitulah musuh-musuh Islam menghancurkan kita. Ia tidak akan menyerang terang-terangan, tapi ia akan perlahan-lahan mempengaruhi anda. Mulai dari perangai anda, cara hidup, pakaian dan lain-lain, sehingga meskipun anda Islam, tapi anda telah meninggalkan ajaran Islam dan mengikuti cara yang mereka… 
Dan itulah yang mereka inginkan.” “Ini semua adalah fenomena Ghazwul Fikri (Perang Pemikiran). Dan inilah yang dijalankan oleh musuh-musuh kita… ”
“Kenapa mereka tidak berani terang-terang menyerang, cikgu?” tanya murid- murid.
“Sesungguhnya dahulu mereka terang-terang menyerang, misalnya Perang Salib, Perang Tartar, dan lain-lain. Tapi sekarang tidak lagi.”
 “Begitulah Islam… Kalau diserang perlahan-lahan, mereka tidak akan sedar, akhirnya
hancur. Tapi kalau diserang serentak terang-terangan, mereka akan bangkit serentak, baru mereka akan sedar”.
“Kalau begitu, kita selesaikan pelajaran kita kali ini, dan mari kita berdoa dahulu sebelum pulang…” Matahari bersinar terik takala anak-anak itu keluar meninggalkan tempat belajar mereka dengan fikiran masing-masing bermain di kepalanya…almerbaui
Selamat mengajar guru, didiklah anak muridmu menjadi manusia berakhlak mulia. Ingatlah,  besar ganjaran pahalanya.