Isnin, Januari 03, 2011

Permainan guru untuk pemikiran

Seorang guru perempuan sedang bersemangat mengajarkan sesuatu kepada murid-muridnya. Ia duduk menghadap murid-muridnya. Di tangan kirinya ada kapur, di tangan kanannya ada pensil.

Guru perempuan itu berkata, “Saya ada satu permainan… Caranya begini, ditangan kiri saya ada kapur, di tangan kanan ada pensil. Jika saya angkat kapur ini, maka berkatalah “Kapur!”, jika saya angkat pensil ini, maka berkatalah “Pensil!”
Murid muridnya pun faham dan mengikuti. Guru berganti-gantian mengangkat antara kanan dan kiri tangannya, semakin lama semakin cepat. 
Beberapa saat kemudian guru kembali berkata, “Baik sekarang perhatikan. Jika saya angkat kapur, maka sebutlah “Pensil!”, jika saya angkat pensil, maka katakanlah “Kapur!”. 
Dan diulangkan seperti tadi, pastilah murid-murid tadi keliru dan kekok, dan sangat sukar untuk mengubahnya. Namun lambat laun, mereka sudah biasa dan tidak lagi kekok. Selang beberapa saat, permainan berhenti.
Guru perempuan tersenyum kepada murid-muridnya. “Murid-murid, begitulah kita umat Islam. Mulanya yang haq itu haq, yang bathil itu bathil. Kita begitu jelas membezakannya. 
Namun kemudian, musuh musuh kita memaksakan kepada kita dengan perbagai cara, untuk menukarkan sesuatu, dari yang haq menjadi bathil, dan sebaliknya. 
Mula-mula mungkin akan sukar bagi kita menerima hal tersebut, tapi karena terus dibudayakan dengan cara-cara menarik oleh mereka, akhirnya lambat laun kamu akan terbiasa dengan hal itu. Dan anda mulai dapat mengikutinya. Musuh-musuh kamu tidak pernah berhenti membalik dan menukar nilai dan waktu.
“Keluar berduaan, berkasih-kasihan tidak lagi sesuatu yang susah, Zina tidak lagi jadi persoalan, pakaian seksi menjadi hal yang lumrah, tanpa rasa malu, sex sebelum nikah menjadi suatu kebiasaan dan trend, sentiasa dengan hiburan yang melalaikan sehingga melupakan yang wajib adalah biasa, materialistik kini menjadi suatu gaya hidup dan lain lain.”
“Semuanya sudah terbalik. Dan tanpa disadari, anda sedikit demi sedikit menerimanya tanpa rasa ia satu kesalahan dan kemaksiatan. Paham?” tanya Guru kepada murid-muridnya. “Paham guru…”
“Baik permainan kedua…” begitu Guru melanjutkan.
“Ini ada al-Qur’an,saya akan meletakkannya di tengah karpet. Sekarang anda berdiri diluar karpet. Permainannya adalah, bagaimana caranya mengambil Qur’an yang ada ditengah tanpa memijak karpet?”
Murid-muridnya berpikir.Ada yang mencuba alternatif dengan tongkat, dan lain-lain.
Akhirnya Guru memberikan jalan keluar, digulungnya karpet, dan ia ambil Qur’an. Ia memenuhi syarat, tidak memijak karpet.
 “Murid-murid, begitulah umat Islam dan musuh-musuhnya…Musuh-musuh Islam tidak akan menyerang anda dengan terang-terang…Kerana tentu anda akan menolaknya mentah mentah. Orang biasapun tak akan rela kalau Islam dihina dihadapan mereka. Tapi mereka akan menggulung anda perlahan-lahan dari tepi, sehingga anda tidak sedar.
“Jika seseorang ingin membuat rumah yang kuat, maka dibuatlah tiang yang kuat. Begitulah Islam, jika ingin kuat, maka bangunlah aqidah yang kuat. Sebaliknya, jika ingin membongkar rumah, tentu susah kalau dimulai dengan tiangnya dulu, tentu saja hiasan-hiasan dinding akan dikeluarkan dulu, kursi dipindahkan dulu, almari dikeluarkan dulu satu persatu, baru rumah dirobohkankan…”
“Begitulah musuh-musuh Islam menghancurkan kita. Ia tidak akan menyerang terang-terangan, tapi ia akan perlahan-lahan mempengaruhi anda. Mulai dari perangai anda, cara hidup, pakaian dan lain-lain, sehingga meskipun anda Islam, tapi anda telah meninggalkan ajaran Islam dan mengikuti cara yang mereka… 
Dan itulah yang mereka inginkan.” “Ini semua adalah fenomena Ghazwul Fikri (Perang Pemikiran). Dan inilah yang dijalankan oleh musuh-musuh kita… ”
“Kenapa mereka tidak berani terang-terang menyerang, cikgu?” tanya murid- murid.
“Sesungguhnya dahulu mereka terang-terang menyerang, misalnya Perang Salib, Perang Tartar, dan lain-lain. Tapi sekarang tidak lagi.”
 “Begitulah Islam… Kalau diserang perlahan-lahan, mereka tidak akan sedar, akhirnya
hancur. Tapi kalau diserang serentak terang-terangan, mereka akan bangkit serentak, baru mereka akan sedar”.
“Kalau begitu, kita selesaikan pelajaran kita kali ini, dan mari kita berdoa dahulu sebelum pulang…” Matahari bersinar terik takala anak-anak itu keluar meninggalkan tempat belajar mereka dengan fikiran masing-masing bermain di kepalanya…almerbaui
Selamat mengajar guru, didiklah anak muridmu menjadi manusia berakhlak mulia. Ingatlah,  besar ganjaran pahalanya.

2 ulasan:

Ciptaan Terhebat berkata...

Alhamdulillah... cerita yang amat berkesan untuk difikirkan... ana nak ambil cerita ini untuk dimodulkan... besarnya harapan ana untuk melihat lebih ramai guru-guru yang lahir sebagaimana guru yang di dalam cerita ini...

GURU YANG TAKUTKAN ALLAH, DAN CINTAKAN AR-RASUL UTUSAN ALLAH SERTA BERCITA-CITA MATI JALAN ALLAH...

Moga semangat ini berkembang dan terus berkembang...

http://kamarulazami.blogspot.com

Tanpa Nama berkata...

Saya ingin hubungi puan tentang pengalaman anda sebagai seorang guru yang mempunyai blog sendiri. Sudi berbicara? (nithya.sidhhu@gmail.com)